Bogor – Yayasan Perlindungan Konsumen Masyarakat (YAPERMA) secara resmi mengajukan pengaduan ke Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Bogor terkait dugaan pelanggaran disiplin dan ketidakprofesionalan penyidik dalam penanganan perkara yang berawal dari sengketa hutang piutang dan perjanjian bisnis antara dua pihak sipil, 17 Oktober 2025
Pengaduan tersebut diterima langsung oleh Seksi Propam Polres Bogor pada Selasa, 9 September 2025 pukul 16.00 WIB, yang diajukan oleh Al Muaris, pendamping hukum dari Saudari Sunita Mulyanih.
Dugaan Pelanggaran
Menurut YAPERMA, terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang dan kelalaian prosedural dalam penanganan perkara yang semestinya merupakan ranah perdata. Laporan pidana dengan sangkaan Pasal 378 dan 372 KUHP dinilai berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap pihak yang seharusnya menyelesaikan sengketa secara perdata.
Selain itu, YAPERMA menemukan adanya dugaan pelanggaran hak konsumen, karena pelaku usaha (pelapor) tidak memberikan salinan perjanjian hutang piutang kepada pihak peminjam (konsumen). Akibatnya, pihak konsumen tidak mengetahui secara pasti isi, klausul, serta hak dan kewajibannya dalam perjanjian tersebut.
YAPERMA menilai tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang secara tegas melarang pencantuman klausula baku atau ketentuan sepihak yang merugikan konsumen serta mewajibkan keterbukaan informasi dalam setiap perjanjian.
Dasar Hukum yang Diajukan
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, khususnya Pasal 5 huruf h, yang melarang anggota Polri menjadi penagih piutang atau pelindung pihak berutang.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 18 ayat (1) dan (2), yang berbunyi:
Pasal 18 ayat (1):
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur mengenai pembuktian atas hilangnya penggunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, atau lanjutan lain yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha pada waktu konsumen menggunakan jasa yang dibelinya; atau
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli secara angsuran.
Pasal 18 ayat (2):
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 19 ayat (2) yang menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dipidana hanya karena ketidakmampuan membayar utang.
Kronologi Singkat
Kasus ini bermula dari perjanjian hutang piutang antara pelapor dan pihak terlapor. Berdasarkan bukti transfer, telah terjadi pembayaran sejak tahun 2023 hingga Desember 2024 dengan total sekitar Rp500 juta.
Meskipun demikian, pihak pelapor tetap melaporkan kasus tersebut ke ranah pidana. YAPERMA menilai langkah ini tidak sejalan dengan asas proporsionalitas dan keadilan, karena permasalahan perdata seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana.
Selain itu, pelapor sejak awal menolak memberikan salinan perjanjian kepada pihak peminjam, yang menurut YAPERMA merupakan bentuk pelanggaran hak konsumen atas informasi dan transparansi sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Pernyataan dan Harapan
YAPERMA meminta Polres Bogor untuk menegakkan asas legalitas dan profesionalitas dalam setiap proses penyidikan, serta menghindari potensi kriminalisasi terhadap perkara yang bersifat perdata.
“Kami menghormati institusi Polri dan yakin Propam akan menindaklanjuti laporan ini secara objektif. Prinsipnya, warga negara tidak boleh dikriminalisasi hanya karena persoalan hutang piutang,” ujar Al Muaris, perwakilan YAPERMA.
YAPERMA berharap laporan ini menjadi momentum bagi Polri untuk memperkuat akuntabilitas internal dan memastikan perlindungan hukum yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen.