KABUPATEN PANDEGLANG – Dunia pendidikan di Kabupaten Pandeglang kembali tercoreng. Kali ini, Kepala Sekolah SD Negeri Saruni 04 diduga terlibat dalam praktik jual beli seragam siswa baru saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2025.
Dugaan tersebut diungkap oleh Ammar Deky, Tim Investigasi dari LSM Geram Banten Indonesia. Kepada awak media, ia menyampaikan bahwa pihaknya sejak awal mencurigai adanya praktik yang mengarah pada bisnis seragam sekolah, yang dilakukan secara terselubung namun terstruktur.
“Modus yang digunakan terjadi saat proses pendaftaran ulang. Ada kesan pemaksaan kepada orang tua murid. Jika tidak membeli seragam dari sekolah, maka anak dianggap tidak melakukan daftar ulang,” ujar Deky, Sabtu (5/7/2025).
Menurutnya, orang tua murid dibebankan biaya hingga Rp675.000 per siswa untuk seragam, atribut, hingga sampul rapor. Kebijakan tersebut dinilai sangat memberatkan dan menyimpang dari peraturan yang berlaku.
Melanggar Aturan Kemendikbudristek
Deky menegaskan bahwa praktik jual beli seragam di sekolah telah jelas dilarang dalam Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022, khususnya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa pengadaan seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua atau wali murid. Sekolah tidak diperbolehkan mewajibkan pembelian seragam dari pihak sekolah.
“Pemerintah pusat maupun daerah hanya boleh membantu pengadaan seragam, terutama untuk siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu,” jelasnya.
Ia juga mengimbau agar para orang tua murid yang mengalami kejadian serupa tidak ragu melapor ke Ombudsman RI, sebagai lembaga resmi pengawas pelayanan publik.
Komite Sekolah Tak Dilibatkan
Dalam perkembangan lainnya, Ketua Komite Sekolah SDN Saruni 04, Entus Hunaeni, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, membenarkan bahwa kebijakan seragam tersebut tidak pernah dimusyawarahkan bersama komite.
“Banyak orang tua yang bertanya ke saya soal seragam dan atribut. Tapi saya jawab bahwa saya tidak tahu, karena tidak pernah diajak bicara atau dilibatkan dalam pengambilan keputusan,” ungkapnya.
Entus mengaku heran, karena biasanya pihak sekolah selalu melibatkan komite dalam berbagai kegiatan. Namun dalam kasus ini, sama sekali tidak ada komunikasi.
“Saya menyesalkan hal ini. Kalau benar ada pungutan, maka sekolah bisa dikenai sanksi, termasuk sanksi kepegawaian atau bahkan proses hukum,” tambahnya.
Ia juga menyinggung pentingnya transparansi dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang seharusnya digunakan sesuai dengan petunjuk teknis dan aturan pemerintah.
Dorongan untuk Laporan Resmi
Kasus dugaan pungli ini semakin mendapat sorotan karena terjadi di jenjang pendidikan dasar, yang seharusnya menjadi contoh penerapan pendidikan yang jujur, bersih, dan bebas dari praktik pungutan liar.
LSM Geram Banten Indonesia menegaskan akan terus mengawal laporan ini hingga ditindaklanjuti oleh Ombudsman RI, agar pelaku diberikan sanksi tegas dan menjadi efek jera bagi oknum pendidik lainnya yang berniat menyalahgunakan kewenangannya.
“Jika benar ada pungutan berkedok bisnis seragam, maka ini sudah termasuk kategori pelanggaran berat dan harus ditindak,” pungkas Ammar Deky.